
Seorang kawan bercanda mengenai kopi lanang. “Lanang kok bijinya satu. Harusnya disebut kopi jomblo saja, lebih pas,” katanya, diiringi tawa beberapa orang sampai terbahak-bahak.
Saya membatin, pasti yang ketawanya paling keras itu jomblo. Lantas apa hubungannya jomblo dengan biji satu? Jomblo itu (hidup) sendiri, begitu mungkin maksudnya. He-he-he. Ada-ada saja.
Ada satu lagi obrolan mengenai kopi lanang yang membuat saya melongo, pas dengan emoticon ‘wow’ di Facebook. Pada suatu acara ngopi bareng, seorang petani dan pedagang kopi dari Temanggung memberikan satu kemasan kopi lanang 100 gram kepada karibnya yang masih kerabat saya. “Kamu harus merasakan kopi ini,” kata petani kopi itu.
Kerabat saya lantas mencondongkan tubuhnya ke arah saya, lalu berkata sambil menunjukkan kemasan kopi lanangnya. “Suamimu suruh ngopi ini, biar strong”. Lalu ia membuat gesture yang menandakan seorang laki-laki perkasa. Saya tersenyum saja, sambil membatin, lha apa hubungannya ya? Apakah ada penjelasan ilmiahnya? Hmmmm ….
Berkeping tunggal
Kopi lanang memang berkeping tunggal (monokotil). Bentuknya bulat karena bijinya tidak terbelah, berbeda dengan biji kopi normal yang memiliki dua keping (dikotil) dengan sisi yang rata, seperti kacang.
Mengapa bisa muncul biji kopi yang hanya berisi satu keping? Karena kadang-kadang hanya satu dari dua keping biji yang dibuahi, dan benih tunggal berkembang tidak rata, tidak membelah. Mudahnya, kopi lanang adalah kopi tunggal.
Kopi lanang secara internasional disebut dengan peaberry. Belum terlacak, siapa yang pertama menerjemahkan peaberry menjadi kopi lanang, tapi besar kemungkinan ia orang Jawa, jika merujuk kata lanang yang berarti laki-laki. Di Spanyol, sebutan untuk peaberry adalah caracolillo. Negara/daerah lain tentu memiliki nama berbeda.
Diperkirakan, hanya lima persen dari kopi yang dipanen dari satu daerah tertentu, berkeping tunggal. Sedikit sekali produksinya, memang, sehingga harga peaberry pun lebih mahal dari kopi normal.
Karena jumlahnya hanya sedikit di suatu daerah, peaberry yang dijual di warung atau kafe seringkali merupakan campuran peaberry dari beberapa daerah. Namun, tidak bisa juga disebut peaberry blend, berbeda dengan house blend kopi normal.
“Peaberry ya peaberry, campuran atau tidak”, begitu kata kawan petani kopi dari Karo Sumatera Utara. Ya deh. Lagipula, kafe-kafe yang menjual kopi lanang tidak pernah menyebut kopi lanang Gayo atau kopi lanang Toraja. Kopi lanang (saja).
Saya teringat lagi gurauan mengenai kopi lanang ini, terutama soal mampu membuat pria kuat. Ini kaitannya dengan kadar kafein peaberry yang lebih banyak dari kopi biasa. Logika sempitnya gini: kafein banyak, mata membelalak. Bingung mau melakukan apa, lantas mencari istrinya. “Ini gara-gara kopi lanang, Mom….”. Itu logika saya, jangan percaya.
Peaberry Aloya
Aloya Coffe juga menawarkan peaberry dengan harga Rp 138.000 per 200 gram dalam dua pilihan, roasted bean atau ground, dalam kemasan eksklusif. Untuk green bean, tentu harga lebih murah.
Aloya Coffee menjual peaberry dengan biji yang telah dua kali disortir atau double pick. Ini penting bagi Aloya, yang mengutamakan mutu bean. Seperti janji kami, first grade. Memang membutuhkan waktu agak lama agar semua green bean tersortir dengan baik.
Sampai di sini, mau mencoba peaberry dari Aloya? Silakan lihat website kami…